Jumat, 25 Januari 2013

PELAJARAN DARI SEORANG PENJUAL MIE



Ada seorang penjual mie ayam malam-malam sekitar jam 20.00 wib menjajakan barang daganganya,”dog..dog..dog.  Mie.. ayam beli mie ayam.. dog.. dog.. “ sahut penjual mie ayam menjajakan mie nya dengan memukul-mukul kenthongan di jalan kampong, tiap malam dia kerjanya hanya mendorong gerobak mie nya, berusaha untuk mengais rejeki untuk menghidupi keluarganya.

Aku coba mengikuti dia di malam itu, dia terus menjajakan mie ayam mutar-mutar di jalan kampung, ya.. memang waktu itu agak sepi, tapi dia tetap terus menjajakan mie ayam, sesampai di depan surau dia berhenti, terus dia ambil air wudlu untuk sholat isya, aku pun mengikutinya, aku juga ambil air wudlu untuk sholat isya’, akhirnya kita sholat isya berjamaah, selesai sholat aku bermaksud membeli mie ayamnya..  yang kebetulan aku waktu itu belum makan malam.

Aku  : Pak, mie ayam satu.
Parmin(penjual mia ayam) :  Ya.. den.

Dia sibuk membuatkan mie ayam, aku perhatikan dia tampak kelelahan sekali, kayak habis jalan yang jauh.. aku merasa iba pada laki-laki paruh baya ini.. kok malam-malam gini masih jualan ya.. harusnya kan dia istirahat, bercengkrama bersama keluarganya. Akhirnya dia selesai membuatkan mie ayam.
Parmin : ini den, mie ayamnya.
Aku  : ya..
Wuih.. ternyata lumayan juga mie ayamnya, apa karena aku belum makan malam ya.. tapi nggak kok mie ayam ini memang enak kok.
Aku : Pak kok sampai malam jualanya?
Parmin : Iya den, biasanya aku dah sampai rumah menjelang maghrib.
Aku : lha kok sampai malam belum pulang.
Parmin : ya.. biasanya aku pagi jam 9 sudah berangkat jualan terus maghrib aku dah pe rumah. Tapi karena aku tadi pagi harus periksakan anakku ke puskesmas karena sakit panas.  Jadi aku bisa jualannya jam 3 sore.
Aku : oo.. anak bapak sakit, umurnya  anak?
Parmin : 3 tahun.
Aku  : Anak bapak berapa?
Parmin : 2. Yang besar sudah kelas 4 SD dan yang kecil baru 3 tahun.
Aku : Isteri bapak kerja?
Parmin : Nggak, den. Dia ibu rumah tangga.
Aku : Jadi bapak tulang punggung keluarga.
Parmin : iya den.
Aku  : eh.. pak biasanya dalam sehari laku berapa mangkok?
Parmin : ya.. nggak mesti den. Tapi kalau di rata-rata ya 10 sampe 15 makok, bahkan malah kadang nggak laku sama sekali juga pernah.
Aku  : oo.. lah untuk hari ini laku berapa mangkok, pak?
Parmin : baru 1 mangkok, hari ini baru aden yang membeli dagangan saya.
Aku : ???
Aku kaget bukan kepalang, dari tadi jam 3 sore sampe malam gini belum ada semangkok pun yang laku..,”pikirku.
Aku  : Bapak nggak kecewa, dengan keadaan seperti ini.
Parmin : Nggak den, Bagiku keadaan seperti ini dah biasa menimpaku, Rejeki itu sudah ada yang mengatur, kewajibanku sebagai manusia hanya berusaha, berusaha dan berusaha terus sampai keringat terakhir menetes di daguku. Kerja keras adalah prinsipku, hasilnya berapa, itu bukan urusanku.. aku hanya menjalani sebuah proses. 

Tak terasa akupun dan selesai makan mie ayam , aku tertegun kagum dengan ulah seorang penjual mie ayam  itu.

Aku  : Dah pak.. berapa jadinya ?
Parmin  : 5 ribu den.

Dia melanjutkan perjalanannya sambil terus menjajakan mie ayam, aku pun akhirnya pulang. Dan aku jadi ingat doanya Nabi Ibrahim AS ,” Hasbunallahu wa ni’mal wakil.” (Cukuplah Allah yang menjadi wali ku dalam segala urusanku).

Dari kasus ini kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga yaitu:
Kalau kita melihat orang sakit, lihatlah bahwa ada Allah pada orang sakit itu,
Kalau kita melihat orang yang  lemah tak berdaya lihatlah bahwa ada Allah di dalam orang yang lemah itu, Kalau kita lihat orang yang teraniaya maka lihatlah ada Allah dalam diri orang yang teraniaya itu,
Kalau kita melihat orang fakir miskin, maka lihatlah bahwa ada Allah di dalam diri si fakir itu,
Kalau kita melihat anak yatim yang teraniaya, maka Allah menjelmakan diri pada anak yatim itu.
Begitulah.. betapa senangnya Allah jika kita mengulurkan tangan kita untuk mereka, karena semua yang kita lihat, yang kita degar dan yang kita rasakan.. itu ada Allah yang menyertainya.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar