Rabu, 30 Januari 2013

FILSAFAT LAGU GUNDUL-GUNDUL PACUL



Lagu gundul-gundul pacul yang syairnya :

Gundul-gundul pacul-cul gembelengan
Gundul-gundul pacul-cul gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul-kul gembelengan
Wakul glimpang segane dadi sak latar
Wakul glimpang segane dadi sak latar

Lagu ini kayaknya sepele tapi mengandung makna kehidupan yang mendalam bagi orang yang mampu mengolah makna di balik lagu itu, lagu itu merupakan lagu sindiran para wali kala itu tetang pemimpin yang adigang, adigung, adiguna.. 

Lagu ini memang lagu jawa, mungkin bagi yang bukan dari suku jawa harus belajar bahasa jawa. Tapi jagan kuatir saya akan coba terjemahkan dalam bahasa Indonesia, kurang lebih begini: 

Hai..Kepala botak yang sok pintar ( kemaki) (sombong) 2 X
Wahai yang mengangkat nasi bakul di atas kepala
Nasi bakul tumpah, nasi nya jadi berantakan..

Lalu apa hikmah di balik lagu-lagu tersebut?  Kalau saya kutip dari peryataan Cak Nun dalam sebuah acara dengan Kyai Kanjeng nya, Cak Nun bertanya  pada para penonton,”Lagu gundul-gudul pacul itu di tujukan kepada siapa? Coba anda pikir kalau lagu itu di tujukan pada anak kecil maka masih dalam taraf wajar lah kalau bertingkah  gembelengan / kemaki, Tapi Kalau orang tua atau seorang pemimpin bertingkah seperti itu, saya kira menjadi sangat tidak wajar.”

Lanjutnya seorang pempimpin itu harusnya nyunggi (ngankat bakul diatas kepala= penghormatan yang tinggi terhadap pangannya seluruh rakyat, lebih tinggi dari mikul) artinya seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pangannya seluruh rakyat, sangat sesuai dengan pesan Nabi Muhammad saw, “ Kalau rakyatku kenyang biarlah aku yang belakang merasakn kenyang, tapi kalau rakyatku lapar biarlah aku dulu yang lapar.” 

 Maka sebagai seorang pemimpin jangan gembelengan, kalau gembelengan nanti nasinya tumpah semuanya, jadi perlu para pemimpin kita itu menggunakan filsafat lagu gundul-gundul pacul.

Senin, 28 Januari 2013

BAHAYA NARKOBA



Narkoba memang bener-bener merusak sebuah generasi, tak pandang bulu apa dia orang  kaya atau orang miskin jika sudah berani-berani bersentuhan dengan narkoba siap-siap untuk hancur karirnya, nama baiknya amupun keluarganya, maka jangan sekali-kali bersentuhan dengan barang haram tersebut. 

Temen kantorku juga ketapkep polisi saat perpesta sabu sekitar jam 00:30 wib di area pom besin di kotaku sekarang dia sudah dipecat sebagai karyawan di kantorku, kasihan dia kalau di lihat dari orangnya sama sekali tidak kelihatan sebagai pengguna narkoba, sekarang dia di sel . Ya.. nasib dia sudah begitu, isteri lagi hamil lagi. 

Sekarang artis Rafi Ahmad dan Wanda Hamidah juga ketangkap oleh BNN, ya.. memang resikonya karirnya jadi hancur, Cuma yang aku heran ya.. nggak kapok-kapoknya nya karena kasusnya banyak artis yang kayak gitu, mungkin pikirnya mumpung nggak ketahuan, puas-puasin nyabunya… tapi sekali lagi ya… barang busuk mau disembunyikan  tapi ya tetap kecium juga.

Jelas sekali Allah berfirman  dalam  Surat Al –Maidah : 90

ﻳـﺎﻳﻬﺎﺍﻟﺫﻳﻥ ﺍﻣﻧﻧﻭﺍﺍﻧﻣﺎﺍﻟﺧﻣﺭﻭﺍﻟﻣﻳﺳﺭﻭﺍﻻﻧﺻﺎﺏﻭﺍﻻﺯﻻﻡ ﺭﺟﺱ ﻣﻥﻋﻣﻝ
ﺍﻟﺷﻳﻁﻥ ﻓﺎﺟﺗﻧﺑﻭﻩﻟﻌﻟﻛﻡ ﺗﻓﻟﺣﻭﻥ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Dalam ayat ini termasuk sabu.. karena termasuk memabukan .
Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal yang haram.

Sabtu, 26 Januari 2013

ASAL MUASAL HURUF JAWA



Ho    no    co    ro    ko
Dho    ta    sho    wo    lo
Po     do    jo     yo     nyo
Mo    go    bo    tho    ngo

Mungkin kita pernah kenal dengan aksara seperti itu, atau mungkin juga belum pernah mengerti tetang aksara seperti itu.. Itulah yang dikenal dengan huruf / aksara jawa.  Aksara itu sudah saya salin dengan huruf latin, kalau yang sebenernya bukan kaya gitu, tapi nanti di akhir cerita akan saya tunjukan. 

Aksara jawa lahir sejak jaman legenda Aji Saka, anda pernah kenal dengan cerita Aji Saka? Atau paling ngga pernah dengar dengan cerita Aji saka? Wah.. kita ini belum pernah dengar dengan cerita itu, gimana ceritanya kok kayaknya menarik?  Ok kita cerita sedikit ya..

Pada zaman dahulu di Desa Medang Kawit, Desa Majethi, Jawa Tengah. Hidup seorang kesatria bernama Ajisaka. Dia seorang tampan dan memiliki ilmu yang sangat sakti. Ajisaka memiliki dua orang pengawal yang setia bernama Dora dan Sembada. Mereka berdua setia menemani Ajisaka. Suatu hari, Ajisaka ingin mengembara mencari ilmu kehidupan dan meninggalkan Pulau Majethi. Kemudian Ajisaka pun pergi bersama dengan Dora. Sedangkan Sembada tetap tinggal di Pulau Majethi. Sebelum pergi Ajisaka berpesan kepada Sembada untuk menjaga keris pusaka Ajisaka dan membawanya ke Pegunungan Kendeng.

“Sembada! Bawa keris pusaka ini ke Pegunungan Kendeng. Jagalah keris ini baik-baik dan jangan serahkan kepada orang lain sampai aku datang kembali untuk mengambilnya!” Aji Saka berpesan kepada Sembada.

“Baik, Tuan! Saya berjanji akan menjaga keris pusaka ini dan tidak akan memberikan kepada siapapun!” jawab Sembada.

Pada waktu itu di Jawa ada negeri yang terkenal makmur, aman, dan damai, yang bernama Negeri Medang Kamulan. Negeri itu dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar, seorang raja yang berbudi luhur dan bijaksana. Ia selalu memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Sehingga Negeri Medang Kamulan sejahtera. Namun semuanya berubah bermula ketika sang juru masak kerajaan teriris jarinya saat memasak. Sehingga potongan kulit dan darahnya pun masuk ke dalam sup yang akan disuguhkan kepada Sang Raja. Kemudian ia pun menyajikan masakannya kepada Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar langsung melahap habis sup tersebut ia merasa sup yang disajikan sangat lezat, kemudian ia mengutus patihnya yaitu Jugul Muda untuk menanyai juru masak kerajaan. Kemudian sang juru masak berkata bahwa ia tidak sengaja teriris jarinya menyebabkan kulit dan darahnya tercampur masuk ke dalam sup yang dihidangkan untuk Prabu Dewata Cengkar.

Setelah kejadian itu Prabu Dewata Cengkar memerintahkan kepada patihnya untuk menyiapkan seorang rakyatnya untuk disantap setiap harinya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging dan darah manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis, jahat dan senang melihat orang menderita. Negeri Medang Kamulan pun perlahan berubah menjadi negeri yang sepi karena satu per satu rakyatnya disantap oleh rajanya, namun ada juga rakyat yang pergi mengungsi ke daerah lain.

Ajisaka bersama Dora saat itu tiba di Hutan yang sangat lebat. Ketika akan melintasi hutan tersebut, tiba-tiba Aji Saka mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong.

“Tolong... Tolong...!

Mendengar teriakan itu, Aji Saka dan Dora segera menuju ke sumber suara tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendapati seorang laki-laki paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang perampok.

“Hei, hentikan!” seru Aji Saka.

Kedua perampok itu tidak menghiraukan teriakan Aji Saka. Mereka tetap memukuli laki-laki itu. Melihat tindakan kedua perampok tersebut, Aji Saka pun jadi marah, Dan dengan secepat kilat, ia melayangkan sebuah tendangan keras ke kepala kedua perampok tersebut hingga tersungkur ke tanah dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, ia dan abdinya segera menghampiri laki-laki itu.

“Maaf, Kisanak! Kalau boleh kami tahu, kisanak ini dari mana dan kenapa berada di tengah hutan ini?” tanya Aji Saka.

Lelaki paruh baya itu pun bercerita bahwa dia seorang pengungsi dari Negeri Medang Kamulan. Ia mengungsi karena raja di negerinya yang bernama Prabu Dewata Cengkar setiap hari mengincar rakyatnya untuk di hidangkan. Karena takut menjadi mangsa sang Raja, lelaki itu kabur dari negeri itu.

Aji Saka dan Dora tersentak kaget mendengar cerita laki-laki tua yang baru saja ditolongnya itu.

“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya Aji Saka dengan heran.

“Begini, Tuan! Kegemaran Prabu Dewata Cengkar memakan daging manusia bermula ketika seorang juru masak istana teriris jarinya, lalu potongan kulit jari dan darahnya itu masuk ke dalam sup yang disajikan untuk sang Prabu. Rupanya, beliau sangat menyukainya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis,” jelas lelaki itu.

Mendengar pejelasan itu, Aji Saka dan abdinya memutuskan untuk pergi ke Negeri Medang Kamulan. Ia ingin menolong rakyat Medang Kamulan dari kebengisan Prabu Dewata Cengkar. Setelah sehari semalam berjalan keluar masuk hutan, menyebarangi sungai, serta menaiki dan menuruni bukit, akhirnya mereka sampai di Kerajaan Medang Kamulan. Ajisaka pun melihat keadaan negeri Medang Kamulan yang sunyi dan menyeramkan itu. Semua penduduk pergi meninggalkan negeri itu.

“Apa yang harus kita lakukan, Tuanku?” tanya Dora.

“Kamu tunggu di luar saja! Biarlah aku sendiri yang masuk ke istana menemui Raja bengis itu,” jawab Aji Saka.

Dengan gagahnya, Aji Saka berjalan menuju ke istana. Suasana di sekitar istana tampak sepi. Hanya ada beberapa orang pengawal yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang istana.

“Berhenti, Anak Muda!” cegat seorang pengawal ketika Aji Saka berada di depan pintu gerbang istana.

“Kamu siapa dan mau apa kemari?” tanya pengawal itu.

“Saya Aji Saka dari Medang Kawit ingin bertemu dengan Raja,” jawab Aji Saka.

“Hai, Anak Muda! Apakah kamu tidak takut dimangsa sang Prabu?” sahut seorang pengawal.

“Ketahuilah, Tuan-Tuan! Tujuan saya kemari memang untuk menyerahkan diri saya kepada sang Prabu untuk dimangsa,” jawab Aji Saka.

Para pengawal istana terkejut mendengar jawaban Aji Saka. Tanpa banyak tanya, mereka pun mengizinkan Aji Saka masuk ke dalam istana. Saat berada di dalam istana, ia mendapati Prabu Dewata Cengkar sedang murka, karena Patih Jugul tidak membawa mangsa untuknya. Tanpa rasa takut sedikit pun, ia langsung menghadap kepada sang Prabu dan menyerahkan diri untuk dimangsa.

“Ampun, Gusti Prabu! Hamba Aji Saka. Jika Baginda berkenan, hamba siap menjadi santapan Baginda hari ini,” kata Aji Saka.

Betapa senangnya hati sang Prabu mendapat tawaran makanan. Dengan tidak sabar, ia segera memerintahkan Patih Jugul untuk menangkap dan memotong-motong tubuh Aji Saka untuk dimasak. Ketika Patih Jugul akan menangkapnya, Aji Saka mundur selangkah, lalu berkata:

“Ampun, Gusti! Sebelum ditangkap, Hamba ada satu permintaan. Hamba mohon imbalan sebidang tanah seluas serban hamba ini,” pinta Aji Saka sambil menunjukkan sorban yang dikenakannya.

Permintaan itu dikabulkan oleh Sang Prabu. Ajisaka kemudian meminta Prabu Dewata Cengkar menarik salah satu ujung sorbannya. Ajaibnya, sorban itu setiap diulur, terus memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Karena saking senangnya mendapat mangsa yang masih muda dan segar, sang Prabu terus mengulur serban itu sampai di pantai Laut Selatan. Kemudian Ajisaka mengibaska sorban tersebut, hal ini membuat Prabu Dewatacengkar terlempar ke laut. Wujud Prabu Dewata Cengkar lalu berubah menjadi buaya putih.

Mengetahui kabar tersebut, seluruh rakyat Medang Kamulan kembali dari tempat pengungsian mereka. Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi Raja Medang Kamulan menggantikan Prabu Dewata Cengkar dengan gelar Prabu Anom Aji Saka.

Setelah beberapa hari, Ajisaka menyuruh Dora pergi ke Pulau Majethi untuk ngambil keris pusaka yang dijaga oleh Sembada.

“Dora! Pergilah ke Pegunungan Kendeng untuk mengambil keris pusakaku. Katakan kepada Sembada bahwa aku yang menyuruhmu,” kata Ajisaka.

“Baik Tuanku!” jawab Dora seraya pamitan

Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Dora di Pegunungan Gendeng. Ketika kedua sahabat tersebut bertemu, mereka saling rangkul untuk melepas rasa rindu. Setelah itu, Dora pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada.

“Sembada, sahabatku! Kini Tuan Ajisaka telah menjadi raja Negeri Medang Kamulan. Beliau mengutusku kemari untuk mengambil keris pusakanya untuk dibawa ke istana,” ungkap Dora.

“Tidak, sabahatku! Tuan Ajisaka berpesan kepadaku bahwa keris ini tidak boleh diberikan kepada siapa pun, kecuali beliau sendiri yang datang mengambilnya,” kata Sembada dengan tegas.

Sembada yang patuh pada pesan Ajisaka tidak memberikan keris pusaka itu ke Dora. Dora tetap memaksa agar pusaka itu segera diserahkan. Akhirnya keduanya bertarung tanpa ada yang mau mengalah. Mereka bersikeras mempertahankan tanggungjawab masing-masing dari Aji Saka. Mereka bertekad lebih baik mati daripada mengkhianati perintah tuannya. Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara kedua orang bersahabat tersebut. Namun karena mereka memiliki ilmu yang sama kuat dan tangguhnya, sehingga mereka pun mati bersama.

Sementara itu, Aji Saka sudah mulai gelisah menunggu kedatangan Dora dari Pegunung Gendeng.

“Apa yang terjadi dengan Dora ya..? Kenapa sampai saat ini dia belum juga kembali?” gumam Aji Saka.

Berhari-hari Aji Saka menunggu, namun Dora tak kunjung datang. Akhirnya, Ajisaka  menyusul ke Pegunungan Gendeng seorang diri. Betapa terkejutnya ia saat tiba di sana. Ia mendapati kedua pengikut setianya Dora dan Sembada sudah tewas. Mereka tewas karena ingin membuktikan kesetiaannya kepada tuan mereka. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana yang bunyinya :



Agar lebih lengkap maka aksara jawa di beri harokat(istilah dalam huruf arap), nah pelengkapnya seperti ini :


Begitulah asal muasal huruf jawa, dari cerita tersebut seorang pemimpin harus hati-hati dalam berbicara, salah bicara bisa-bisa yang jadi korban adalah rakyatnya…